A.Pengertian Kongesti
Kongesti dan hiperemi mempunyai pengertian yang sama bila dilihat dari sudut adanya peningkatan volume darah pada jaringan atau bagian tubuh yang mengalami proses patologik. Hiperemi, atau lebih lengkapnya hiperemi aktif, timbul jika dilatasi pembuluh arteriol dan arteri menyebabkan peningkatan aliran daram ke dalam jaringan kapiler dengan terbukanya kapiler-kapiler yang tidak aktif. Dilatasi pembuluh darah ini disebabkan oleh lepasan zat-zat vasoaktif. Gerakan otot dan demam yang menimbulkan panas tubuh yang sangat tinggi dan memerlukan dilepaskannya suhu tersebut dapat dijumpai pada permukaan kulit. Orang yang merasa malu, misalnya, mukanya akan tampak kemerahan akibat adanya proses yang sama. Sedangkan bendungan (kongesti), yang disebut juga hiperemi pasif akan terjadi apabila aliran cairan tubuh yang melalui vena mengalami gangguan, misalnya pada sianosis atau peningkatan hemoglobin darah menaglami deoksigenasi. Dilihat dari waktu berlangsungnya, hiperemi dibagi menjadi dua, akut dan kronik.
B.Hiperemi Pasif (kongesti)
Jenis hiperemi ini lebih sering bersifat kronik. Aliran darah vena dari daerah tertentu menurun ditambah dengan pelebaran vena dan kapiler. Ada tidaknya pembuluh kolateral akan menentukan berat ringannya hiperemi. Pada gagal jantung kongersti dengan dekompensasi ventrikel kanan dan kiri terjadi bendungan vena sistemik. Tetapi pada gagal jantung kiri mungkin hanya menimbulkan gangguan aliran darah paru. Sebaliknya, pada dekompensasi ventrikel kanan, bendungan dapat terjadi di seluruh tubuh, tanpa gangguan paru. Obstruksi yang dapat menyebabkan hiperemi dapat berasal dari lumen, misalnya trombosis atau dari luar lumen seperti tekanan akibat tumor, ligasi, jaringan parut, hernia, volvulus, dan lain-lain. Pada obstruksi arus balik vena yang berasal dari ekstremitas dapat timbul dari bendungan lokal. Atau hanya melibatkan sirkulasi portal seperti terjadi pada hipertensi portal akibat sirosis hati. Bendungan jaringan kapiler berhubungan erat dengan timbulnya edema dan dengan demikian kongesti dan edema pada umumnya berlangsung bersama-sama.
C.Hiperemi Aktif
Bendungan aktif ini timbul karena jumlah darah pada arteriol sebagian jaringan tubuh bertambah. Disini rangsang saraf vasodilator atau hambatan hantaran saraf vasokonstriktor akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Beberapa contoh bendungan yang lebih sering bersifat akut ini antara lain organ tubuh yang sedang bergerak aktif, kulit yang berwarna kemerahan karena malu, keadaan panas dan radang. Perubahan warna merah yang khusus terjadi pada radang disebut eritema.
D.Morfologi Jaringan pada Hiperemi dan Kongesti
Pada potongan jaringan yang mengalami hiperemi atau kongesti akan terlihat penuh sel darah dan tampak basah. Kongesti pasif misalnya yang timbul akibat sikap berdiri yang lam, menyebabkan hipoksia kronik. Selanjutnya, bendungan darah yang kurang mengandung oksigen ini dapat menimbulkan degenerasi atau bahkan kematian sel parenkim.
Pada pemeriksaan mikroskopi paru yang mengalami kongesti pasif akut dan kronik, kapiler alveol penuh dengan sel-sel darah. Jika alveol ini mengalami perdarahan sedikit saja atau terjadi pemecahan dan fagositosis sisa-sisa eritrosit akan tampak makrofag yang berisi hemosiderin pada rongga alveol. Makrofag ini dinamakan sel payah jantung (heart failure cell). Indurasi coklat (brown induration) terbentuk akibat pengumpulan cairan edema pada alveol dan jaringan interstisium septum alveol yang mengalami fibrosis ditambah dengan adanya pigmentasi hemosiderin.
Pada gangguan hati yang disebut sebagai hati pala, lobulus sentral berwarna merah-biru, dikelilingi jaringan hati yang tidak mengalami bendungan. Hati pala ini akan dijumpai pada obstruksi kronik vena kava inferior. Pada pemeriksaan mikroskopi, vena sentral dan sinus bengkak dipenuhi sel-sel darah. Gambaran sel hati dapat berbeda untuk kelainan yang tidak sama. Pada hati pala hepatosit sentral seringkali mengalami atrofi sekunder akibat hipoksia kronik. Tetapi pada gagal jantung berat, sel-sel ini akan mengalami nekrosis, yang biasanya disebut sebagai nekrosis hemoragik sentral. Sedangkan hepatosit perifer, yang tingkat hiposianya lebih ringan, mengalami perlemakan
Jumat, 13 Maret 2009
Askep DM
A.Konsep Dasar
1.Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
2.Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
3.Etiologi
a.Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3.Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
b.Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1.Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3.Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1.Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1.Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
Pada perabaan terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
Didapatkan ulkus sampai gangren.
2.Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
6. Dampak masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
a.Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1.Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2.Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3.Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4.Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5.Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6.Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7.Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8.Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9.Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10.Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11.Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
b.Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
B.Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a.Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1.Anamnese
a.Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b.Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c.Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d.Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e.Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f.Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2.Pemeriksaan fisik
a.Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b.Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c.Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d.Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
e.Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f.Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g.Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h.Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i.Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3.Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a.Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b.Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c.Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
b.Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1.Kebutuhan dasar atau fisiologis
2.Kebutuhan rasa aman
3.Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4.Kebutuhan harga diri
5.Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
2.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
1.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2.Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3.Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4.Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6.Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9.Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10.Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3.Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
a.Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1.Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2.Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3.Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4.Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b.Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1.Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c.Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1.Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3.Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4.Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5.Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d.Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1.Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2.Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3.Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4.Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5.Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e.Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1.Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3.Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4.Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5.Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f.Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1.Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2.Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
3.Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4.Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g.Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1.Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
h.Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4.Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
i.Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1.Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2.Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3.Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4.Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5.Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6.Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j.Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4.Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4.Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
1.Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
2.Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
3.Etiologi
a.Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3.Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
b.Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1.Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3.Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1.Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1.Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
Pada perabaan terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
Didapatkan ulkus sampai gangren.
2.Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
6. Dampak masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
a.Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1.Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2.Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3.Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4.Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5.Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6.Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7.Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8.Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9.Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10.Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11.Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
b.Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
B.Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a.Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1.Anamnese
a.Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b.Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c.Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d.Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e.Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f.Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2.Pemeriksaan fisik
a.Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b.Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c.Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d.Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
e.Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f.Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g.Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h.Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i.Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3.Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a.Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b.Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c.Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
b.Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1.Kebutuhan dasar atau fisiologis
2.Kebutuhan rasa aman
3.Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4.Kebutuhan harga diri
5.Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
2.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
1.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2.Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3.Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4.Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6.Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9.Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10.Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3.Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
a.Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1.Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2.Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3.Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4.Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b.Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1.Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c.Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1.Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3.Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4.Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5.Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d.Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1.Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2.Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3.Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4.Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5.Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e.Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1.Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3.Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4.Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5.Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f.Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1.Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2.Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
3.Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4.Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g.Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1.Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
h.Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4.Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
i.Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1.Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2.Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3.Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4.Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5.Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6.Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j.Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4.Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4.Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Askep OMA dan Mastoiditis
A.Pengertian
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media kronik dapat dibagi menjadi dua, aktif dan inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga atau otorrhea akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang telah terbakar habis, dengan demikian tidak ada otorrhoe.
Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan pendengaran. Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Mastoiditis adalah infeksi akut dan kronik yang mengenai mukosa dan sel – sel mastoid, yang merupakan kelanjutan dari proses Otitis media akut supuratif yang tidak teratasi. Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik sering kali disertai mastoiditis kronik.
B.Etiologi
Otitis media kronik dan mastoiditis disebabkan oleh kuman-kuman aerob dan anaerob, yaitu :
1.Kuman aerob
Positif gram : S. Pyogenes, S. Albus
Negatif Gram : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
2.Kuman anaerob : Bakteroides spp
C.Tanda dan Gejala
Otitis media kronik aktif berarti adanya pengeluaran sekret dari telinga. Otorrhoe dan supurasi kronik telinga tengah dapat menunjukkan pada pemeriksaan pertama sifat-sifat dari proses patologi yang mendasarinya. Umumnya otorrhoe pada otitis medi kronik bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangannya. Gejala otitis media kronik dan mastoiditi kronik yang penting lainnya adalah gangguan pendengaran, yang biasanya konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita supurasi telinga tengah kronik, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Vertigo pada pasien dengan penyakit telinga tengah kronik memberi kesan erosi pada kanalis semisirkularis horisontalis.
D.Diagnosis
1.Anamnesis
Otorea terus menerus / kumat – kumatan lebih dari 6 – 8 minggu
Pendengaran menurun (Tuli).
2.Pemeriksaan
a.Tipe tubotimpanal (Hipertrofi, benigna).
Perforasi sentral
Mukosa menebal
Audiogram: Tuli konduktif dengan “air bone gab” sebesar kl 30 dB
X – foto mastoid : Sklerotik
b.Tipe degeneratif.
Perforasi sentral besar
Granulasi atau polip pada mukosa kavum timpani
Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 50 – 60 dB
X-foto mastoid : sklerotik
c.Tipe metaplastik (atikoantral, maligna).
Perforasi atik atau marginal
Terdapat kolesteatom
Desttruksi tulang pada margotimpani
Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih.
X- foto mastoid : sklerotik/rongga.
d.Tipe campuran (degeneratif, metaplastik).
a)Perforasi marginal besar atau total
b)Granulasi dan kolesteatom
c)Audiogram : tuli konuktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih
d)X- foto mastoid : sklerotik / rongga.
E.Penyulit
1.Abses retroairkula
2.Paresis atau paralisis syaraf fasialis
3.Komplikasi intrakranial :
Meningitis
Abses ekstradural
Abses otak
F.Terapi
1.Tipe tubetimpanal stadium aktif:
Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari
Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya
Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)
Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM.
2.Tipe degeneratif :
Atikoantrotomi (5.203)
Timpanoplastik (5.195)
3.Tipe meta plastik / campuran
Mastoidektomi radikal (5.203)
Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.
Untuk OMK dengan penyulit :
1.Abses Retroaurikuler
Insisi abses
Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 – 500mg oral / sup / hari.
Mastoid dektomi radikal urgen
2.Paresis atau Paralisis Syaraf Fasialis
Menentukan lokasi lesi :
Dengan test Scrimer supra atau infra ganglion
Refleks stapedeus : positif lesi di bawah N. Stapedeus
Negatif : lesi di atasnya
Tes pengecapan pada lidah :
Positif : lesi di bawah korda timpani
Negatif : lesi di atasnya
Mastoidektomi urgen dan dekompresi saraf fasialis
Rehabilitasi.
3.Labiringitis
Tes fistel
Mastoidektomi urgen
4.Meningitis
Perawatan bersama dengan bagian syaraf
Antibiotik:
ampicilin 6 x 2-3 g/ hari i.v di tambah
Kloranfenikol 4 x 1 G atau seftriakson 1 –2 g / hari i.v
Bila meningitis sudah tenang segera di lakukan mastoidektomi radikal.
5.Absese Ekstradural
Antibiotik : Ampisilin 4-6 X2-3 G/hari i.v
ditambah metronodazol 3 X 500mg Sup / hari.
Perawatan bersama dengan bagian bedah syaraf
Drainase abses oleh bagian bedah syaraf
Bila suadh tenang dilakukan matoiddektomi radikal
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PENDERITA OTITIS MEDIA KRONIK DAN MASTOIDITIS
A.PENGKAJIAN
Pengumpulan data
1.Riwayat
a.Identitas Pasien
b.Riwayat adanya kelainan nyeri
c.Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d.Riwayat alergi
e.OMA berkurang
2.Pengkajian Fisik
a.Nyeri telinga
b.Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c.Suhu Meningkat
d.Malaise
e.Nausea Vomiting
f.Vertigo
g.Ortore
h.Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
3.Pengkajian Psikososial
a.Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b.Aktifitas terbatas
c.Takut menghadapi tindakan pembedahan
4.Pemeriksaan Laboratorium
5.pemeriksaan Diagnostik
a.Tes Audiometri : pendengaran menurun
b.X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid
6.Pemeriksaan pendengaran
a.Tes suara bisikan
b.Tes garputala
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
2.Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
3.Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
4.Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
5.Resiko tinggi trauma berhubungaan dengan gangguan presepsi pendengaran
6.Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
Tujuan
Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil
Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.
Intervensi Keperawatan
1.Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.
Rasional :
Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.
2.Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional :
Kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin disekitar area telinga.
3.Atur posisi klien
Rasional :
Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa lebih nyaman.
4.Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruki, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional :
Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan
Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil
Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
1.Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.
Rasional :
Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2.Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
a.Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).
1)Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
2)Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
b.Jika klien dapat membaca ucapan :
1)Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
2)Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
c.Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
1)Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis.
2)Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
d.Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
Rasional :
Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien.
3.Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
a.Bicara dengan jelas, menghadap individu.
b.Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
c.Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
d.Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional :
Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
Tujuan
Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil
Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
Intervensi Keperawatan :
1.Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Rasional :
Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
2.Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional :
Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3.Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Rasional :
Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen.
4.Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional :
Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
Diagnosa Keperawatan
Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan
Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil
Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekhawatirannya.
Intervensi Keperawatan :
1.Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional :
Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2.Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Rasional :
Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
3.Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.
Rasional :
Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya
Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta.
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media kronik dapat dibagi menjadi dua, aktif dan inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga atau otorrhea akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang telah terbakar habis, dengan demikian tidak ada otorrhoe.
Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan pendengaran. Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Mastoiditis adalah infeksi akut dan kronik yang mengenai mukosa dan sel – sel mastoid, yang merupakan kelanjutan dari proses Otitis media akut supuratif yang tidak teratasi. Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik sering kali disertai mastoiditis kronik.
B.Etiologi
Otitis media kronik dan mastoiditis disebabkan oleh kuman-kuman aerob dan anaerob, yaitu :
1.Kuman aerob
Positif gram : S. Pyogenes, S. Albus
Negatif Gram : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
2.Kuman anaerob : Bakteroides spp
C.Tanda dan Gejala
Otitis media kronik aktif berarti adanya pengeluaran sekret dari telinga. Otorrhoe dan supurasi kronik telinga tengah dapat menunjukkan pada pemeriksaan pertama sifat-sifat dari proses patologi yang mendasarinya. Umumnya otorrhoe pada otitis medi kronik bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangannya. Gejala otitis media kronik dan mastoiditi kronik yang penting lainnya adalah gangguan pendengaran, yang biasanya konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita supurasi telinga tengah kronik, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Vertigo pada pasien dengan penyakit telinga tengah kronik memberi kesan erosi pada kanalis semisirkularis horisontalis.
D.Diagnosis
1.Anamnesis
Otorea terus menerus / kumat – kumatan lebih dari 6 – 8 minggu
Pendengaran menurun (Tuli).
2.Pemeriksaan
a.Tipe tubotimpanal (Hipertrofi, benigna).
Perforasi sentral
Mukosa menebal
Audiogram: Tuli konduktif dengan “air bone gab” sebesar kl 30 dB
X – foto mastoid : Sklerotik
b.Tipe degeneratif.
Perforasi sentral besar
Granulasi atau polip pada mukosa kavum timpani
Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 50 – 60 dB
X-foto mastoid : sklerotik
c.Tipe metaplastik (atikoantral, maligna).
Perforasi atik atau marginal
Terdapat kolesteatom
Desttruksi tulang pada margotimpani
Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih.
X- foto mastoid : sklerotik/rongga.
d.Tipe campuran (degeneratif, metaplastik).
a)Perforasi marginal besar atau total
b)Granulasi dan kolesteatom
c)Audiogram : tuli konuktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih
d)X- foto mastoid : sklerotik / rongga.
E.Penyulit
1.Abses retroairkula
2.Paresis atau paralisis syaraf fasialis
3.Komplikasi intrakranial :
Meningitis
Abses ekstradural
Abses otak
F.Terapi
1.Tipe tubetimpanal stadium aktif:
Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari
Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya
Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)
Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM.
2.Tipe degeneratif :
Atikoantrotomi (5.203)
Timpanoplastik (5.195)
3.Tipe meta plastik / campuran
Mastoidektomi radikal (5.203)
Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.
Untuk OMK dengan penyulit :
1.Abses Retroaurikuler
Insisi abses
Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 – 500mg oral / sup / hari.
Mastoid dektomi radikal urgen
2.Paresis atau Paralisis Syaraf Fasialis
Menentukan lokasi lesi :
Dengan test Scrimer supra atau infra ganglion
Refleks stapedeus : positif lesi di bawah N. Stapedeus
Negatif : lesi di atasnya
Tes pengecapan pada lidah :
Positif : lesi di bawah korda timpani
Negatif : lesi di atasnya
Mastoidektomi urgen dan dekompresi saraf fasialis
Rehabilitasi.
3.Labiringitis
Tes fistel
Mastoidektomi urgen
4.Meningitis
Perawatan bersama dengan bagian syaraf
Antibiotik:
ampicilin 6 x 2-3 g/ hari i.v di tambah
Kloranfenikol 4 x 1 G atau seftriakson 1 –2 g / hari i.v
Bila meningitis sudah tenang segera di lakukan mastoidektomi radikal.
5.Absese Ekstradural
Antibiotik : Ampisilin 4-6 X2-3 G/hari i.v
ditambah metronodazol 3 X 500mg Sup / hari.
Perawatan bersama dengan bagian bedah syaraf
Drainase abses oleh bagian bedah syaraf
Bila suadh tenang dilakukan matoiddektomi radikal
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PENDERITA OTITIS MEDIA KRONIK DAN MASTOIDITIS
A.PENGKAJIAN
Pengumpulan data
1.Riwayat
a.Identitas Pasien
b.Riwayat adanya kelainan nyeri
c.Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d.Riwayat alergi
e.OMA berkurang
2.Pengkajian Fisik
a.Nyeri telinga
b.Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c.Suhu Meningkat
d.Malaise
e.Nausea Vomiting
f.Vertigo
g.Ortore
h.Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
3.Pengkajian Psikososial
a.Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b.Aktifitas terbatas
c.Takut menghadapi tindakan pembedahan
4.Pemeriksaan Laboratorium
5.pemeriksaan Diagnostik
a.Tes Audiometri : pendengaran menurun
b.X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid
6.Pemeriksaan pendengaran
a.Tes suara bisikan
b.Tes garputala
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
2.Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
3.Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
4.Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
5.Resiko tinggi trauma berhubungaan dengan gangguan presepsi pendengaran
6.Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
Tujuan
Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil
Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.
Intervensi Keperawatan
1.Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.
Rasional :
Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.
2.Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional :
Kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin disekitar area telinga.
3.Atur posisi klien
Rasional :
Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa lebih nyaman.
4.Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruki, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional :
Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan
Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil
Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
1.Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.
Rasional :
Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2.Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
a.Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).
1)Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
2)Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
b.Jika klien dapat membaca ucapan :
1)Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
2)Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
c.Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
1)Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis.
2)Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
d.Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
Rasional :
Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien.
3.Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
a.Bicara dengan jelas, menghadap individu.
b.Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
c.Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
d.Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional :
Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.
Tujuan
Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil
Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
Intervensi Keperawatan :
1.Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Rasional :
Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
2.Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Rasional :
Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3.Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Rasional :
Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen.
4.Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional :
Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
Diagnosa Keperawatan
Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan
Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil
Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekhawatirannya.
Intervensi Keperawatan :
1.Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional :
Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2.Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Rasional :
Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
3.Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.
Rasional :
Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya
Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta.
A.Kelenjar Hipotalamus
Hormon Pelepas kortikotropin (Corticotropin-Releasing Hormone /CRH)
Hormon pelepas tirotropin (Thyrotropin Releasing Hormone /TRH)
Hormon pelepas hormone pertumbuhan (Growth Hormone Releasing Hormone /GRH)
Hormon penghambat hormone pertumbuhan (Growth Hormone Inhibiting Hormone /GIH /sekarang lebih dikenal dengan Somatostasin)
Hormon pelepas gonadotropin (Gonadotropin Releasing Hormone /GnRH)
Prolactin Releasing Hormone (PRH)
Prolactin Inhibiting Hormone (PIH)
B.Kelenjar hipofisis
Lobus Anterior
Hormon pertumbuhan (growth hormone, somatotropin)
Pertumbuhan sel (menambah ukuran sel dan meningkatkan proses mitosis.), pertumbuhan tulang, otot, dan organ-organ lain. (umum)
Thyroid stimulating hormone (TSH)
Pertumbuhan dan aktivitas sekretorik kelenjar tiroid /sekresi tiroksin dan triyodotironin (tiroid)
Adrenokortikotropin hormone (ACTH)
Pertumbuhan dan aktivitas sekretorik korteks adrenal, sekresi hormon adrenokortikal (korteks adrenal)
Follicle stimulating hormone (FSH)
Perkembangan folikel dan sekresi estrogen (ovarium)
Perkembangan tubulus seminiferus, spermatogenesis (testis)
Luteinizing atau intestitial cell stimulating (LH)
Ovulasi, pembentukan korpus luteum, sekresi progesteron (ovarium)
Sekresi testosteron (testis)
Prolaktin atau laktogenik (Luteotrop)
Sekresi ASI (Kelenjar mamae)
Mempertahankan korpus luteum (ovarium)
Melanocyte – stimulating beta protein
Pigmentasi (kulit)
Lobus posterior
Antidiuretik (vasopresin)
Reabsorpsi air, keseimbangan air (ginjal)
Tekanan darah meningkat karena terjadi vasokonstriksi (arteriol)
Jika cairan tubuh pekat maka ADH akan meningkat, sehingga reabsorpsi air meningkat dan diuresis berkurang, dan sebaliknya.
Oksitosin
Kontraksi uterus selama persalinan
Kontraksi payudara
C.Kelenjar pinoale
Melatonin
Maturasi seksual (gonad)
D.Kelenjar Tiroid
Tiroksin dan triyodotironin
Percepatan reaksi kimia/metabolic (umum)
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme seluruh jaringan, kecuali otak, retina, limpa, testis dan paru-paru. Juga berperan dalam meningkatkan sintesis protein
Homon tiroid meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak janin.
Kalsitonin
Menghambat resorpsi tulang, menurunkan kadar kalsium darah (tulang)
E.Kelenjar paratiroid
Paratiroid hormon
Meningkatkan resorpsi, meningkatkan absorpsi kalsium, meningkatkan kadar kalsium darah, mengatur konsentrasi ion Ca dalam cairan ekstrasel (Tulang, ginjal, usus)
F.Kelenjar adrenal
Korteks
Mineralkortikoid (misalnya aldosteron)
Mengurangi eksresi Na (reabsorpsi) dan meningkatkan ekskresi K oleh ginjal
Mempengaruhi transfortasi ion dalam epitel lain spt : klj. Keringat, mukosa intestinal, klj. Salivarius.
Glukokortikoid (misal kortisol)
Metabolisme karbohidrat protein dan lemak, respon terhadap stres, anti inflamasi (umum)
Hormon-hormon seks
Pertumbuhan cepat (growth spurt) adolesensi (umum)
Medula
Epinefrin
Fungsi emerjensi, sama seperti sistem saraf simpatik (otot jantung, polos, kelenjar)
Norepinefrin
Zat transmiter kimia, meningkatkan tahana tepi (organ-organ yang dipersarafi sistem saraf simpatik)
G.Pulau-pulau langerhans
Insulin
Menurunkan gula darah, memacu masuknya glukosa ke dalam sel, menggunakan dan menyimpan karbohidrat, menurunkan glukoneogenesis (umum)
Glukagon
Menaikkan glukosa darah, glikogenolisis, pelepasan glukosa dari hati ke sirkulasi tubuh (hati)
Somatostasin
Menurunkan glukosa darah dengan melepaskan hormon pertumbuhan dan glukagon
H.Testis
Testosteron
Perkembangan ciri seks sekunder (umum)
Perkembangan dan pemeliharaan, fungsi normal (organ reproduksi)
I.Ovarium
Estrogen
Perkembangan ciri seks sekunder (umum)
Perkembangan sistem saluran kelenjar normal (kelenjar payudara)
Pematangan dan fungsi siklus haid yang normal (organ reproduksi)
Progesteron
Perkembangan jaringan sekretorik normal (kelenjar payudara)
Persiapan implantasi, pemeliharaan kehamilan (Uterus)
J.Traktus gastointestinal
Gastrin
Produksi getah lambung (lambung)
Enterogastron
Menghambat sekresi dan motilitas (lambung)
Sekreton
Produksi empedu, produksi getah pankreas yang mengandung air (kaya akan NAHCO2) (hati dan pankreas)
Pankreozimin
Produksi getah pankreas yang kaya akan enzim-enzim (pankreas)
Kolesistokinin
Kontraksi dan pengosongan (Kandung empedu)
K.Plasenta
Gonadotropin (HCG)
Pertumbuhan corpus luteum, sekresi estrogen dan progesteron oleh korpus luteum
Estrogen
Pertumbuhan organ kelamin ibu dan jaringan janin
Progesteron
Perkembangan jaringan janin, sekresi payudara ibu
Somatomamotropin
Mungkin sda.
Hormon Pelepas kortikotropin (Corticotropin-Releasing Hormone /CRH)
Hormon pelepas tirotropin (Thyrotropin Releasing Hormone /TRH)
Hormon pelepas hormone pertumbuhan (Growth Hormone Releasing Hormone /GRH)
Hormon penghambat hormone pertumbuhan (Growth Hormone Inhibiting Hormone /GIH /sekarang lebih dikenal dengan Somatostasin)
Hormon pelepas gonadotropin (Gonadotropin Releasing Hormone /GnRH)
Prolactin Releasing Hormone (PRH)
Prolactin Inhibiting Hormone (PIH)
B.Kelenjar hipofisis
Lobus Anterior
Hormon pertumbuhan (growth hormone, somatotropin)
Pertumbuhan sel (menambah ukuran sel dan meningkatkan proses mitosis.), pertumbuhan tulang, otot, dan organ-organ lain. (umum)
Thyroid stimulating hormone (TSH)
Pertumbuhan dan aktivitas sekretorik kelenjar tiroid /sekresi tiroksin dan triyodotironin (tiroid)
Adrenokortikotropin hormone (ACTH)
Pertumbuhan dan aktivitas sekretorik korteks adrenal, sekresi hormon adrenokortikal (korteks adrenal)
Follicle stimulating hormone (FSH)
Perkembangan folikel dan sekresi estrogen (ovarium)
Perkembangan tubulus seminiferus, spermatogenesis (testis)
Luteinizing atau intestitial cell stimulating (LH)
Ovulasi, pembentukan korpus luteum, sekresi progesteron (ovarium)
Sekresi testosteron (testis)
Prolaktin atau laktogenik (Luteotrop)
Sekresi ASI (Kelenjar mamae)
Mempertahankan korpus luteum (ovarium)
Melanocyte – stimulating beta protein
Pigmentasi (kulit)
Lobus posterior
Antidiuretik (vasopresin)
Reabsorpsi air, keseimbangan air (ginjal)
Tekanan darah meningkat karena terjadi vasokonstriksi (arteriol)
Jika cairan tubuh pekat maka ADH akan meningkat, sehingga reabsorpsi air meningkat dan diuresis berkurang, dan sebaliknya.
Oksitosin
Kontraksi uterus selama persalinan
Kontraksi payudara
C.Kelenjar pinoale
Melatonin
Maturasi seksual (gonad)
D.Kelenjar Tiroid
Tiroksin dan triyodotironin
Percepatan reaksi kimia/metabolic (umum)
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme seluruh jaringan, kecuali otak, retina, limpa, testis dan paru-paru. Juga berperan dalam meningkatkan sintesis protein
Homon tiroid meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak janin.
Kalsitonin
Menghambat resorpsi tulang, menurunkan kadar kalsium darah (tulang)
E.Kelenjar paratiroid
Paratiroid hormon
Meningkatkan resorpsi, meningkatkan absorpsi kalsium, meningkatkan kadar kalsium darah, mengatur konsentrasi ion Ca dalam cairan ekstrasel (Tulang, ginjal, usus)
F.Kelenjar adrenal
Korteks
Mineralkortikoid (misalnya aldosteron)
Mengurangi eksresi Na (reabsorpsi) dan meningkatkan ekskresi K oleh ginjal
Mempengaruhi transfortasi ion dalam epitel lain spt : klj. Keringat, mukosa intestinal, klj. Salivarius.
Glukokortikoid (misal kortisol)
Metabolisme karbohidrat protein dan lemak, respon terhadap stres, anti inflamasi (umum)
Hormon-hormon seks
Pertumbuhan cepat (growth spurt) adolesensi (umum)
Medula
Epinefrin
Fungsi emerjensi, sama seperti sistem saraf simpatik (otot jantung, polos, kelenjar)
Norepinefrin
Zat transmiter kimia, meningkatkan tahana tepi (organ-organ yang dipersarafi sistem saraf simpatik)
G.Pulau-pulau langerhans
Insulin
Menurunkan gula darah, memacu masuknya glukosa ke dalam sel, menggunakan dan menyimpan karbohidrat, menurunkan glukoneogenesis (umum)
Glukagon
Menaikkan glukosa darah, glikogenolisis, pelepasan glukosa dari hati ke sirkulasi tubuh (hati)
Somatostasin
Menurunkan glukosa darah dengan melepaskan hormon pertumbuhan dan glukagon
H.Testis
Testosteron
Perkembangan ciri seks sekunder (umum)
Perkembangan dan pemeliharaan, fungsi normal (organ reproduksi)
I.Ovarium
Estrogen
Perkembangan ciri seks sekunder (umum)
Perkembangan sistem saluran kelenjar normal (kelenjar payudara)
Pematangan dan fungsi siklus haid yang normal (organ reproduksi)
Progesteron
Perkembangan jaringan sekretorik normal (kelenjar payudara)
Persiapan implantasi, pemeliharaan kehamilan (Uterus)
J.Traktus gastointestinal
Gastrin
Produksi getah lambung (lambung)
Enterogastron
Menghambat sekresi dan motilitas (lambung)
Sekreton
Produksi empedu, produksi getah pankreas yang mengandung air (kaya akan NAHCO2) (hati dan pankreas)
Pankreozimin
Produksi getah pankreas yang kaya akan enzim-enzim (pankreas)
Kolesistokinin
Kontraksi dan pengosongan (Kandung empedu)
K.Plasenta
Gonadotropin (HCG)
Pertumbuhan corpus luteum, sekresi estrogen dan progesteron oleh korpus luteum
Estrogen
Pertumbuhan organ kelamin ibu dan jaringan janin
Progesteron
Perkembangan jaringan janin, sekresi payudara ibu
Somatomamotropin
Mungkin sda.
Askep osteoporosis
Osteoporosis
1.Pengertian
Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang berkurang (Gallagher, 1999)
Pada osteoporosis , kecepatan resorpsi tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang, sebagai akibatnya tulang menjadi keropos secara progresif dan dapat mengalami fraktur karena faktor normal atau stres.
2.Patofisiologi
Pada osteoporosis mineralisasi tulang adalah normal, tetapi total bone massanya menurun. Osteopororsis yang terjadi secara alamiah karena berlanjutnya usia ini disebut osteoporosis primer. Osteoporosis primer dibagi menjadi 2 macam :
a.Osteoporosis primer Post menopause (tipe I) sebagai akibat menurunnya hormon estrogen yang lebih memperberat terjadinya proses resorpsi tulang.
b.Osteoporosis primer senelis (tipe II) yang disebabkan oleh penurunan bone mass saja akibat umurnya bertambah.
1.Pengkajian
1. Assesment
a.Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.
Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.
Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.
b.Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
3.Manifestasi radiologi
a.Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.
4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.
II. Asuhan Keperawatan
Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya
Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau tingkat nyeri pada punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau pinggang
Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri
Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi terlentang selam kurang lebih 15 menit
Tulang dalam peningkatan jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal.
Laternatif lain untuk mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
Keyakinan klien tidak dapat mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk mengatasi nyerinya.
Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
Klien mampu melakukan ADL secara independent
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
Rencanakan tentang pemberian program latihan :
bantu klien jika diperlukan latihan
ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan,
ajarkan pentingnya latihan
Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
Peningkatan latihan fisik secara adequat :
Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit
Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba danmengangkat beban berat
Dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
ADL secara independent
Dengan latihan fisik :
Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
Program latihan merangsang pembentukan tulang
Gerakan menibulkan kompresi vertikal dan risiko fraktur vertebrae
Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :
Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
INTERVENSI
RASIONAL
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya :
Tempatkan klien pada tetmpat tidur rendah
Amati lantai yang membahayakan klien
Berikanpenerangan yang cukup
Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan
Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
Kaji kebutuhan untuk berjalan
Konsultasi dengan ahli terapis
Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
Ajarkan klien waktu berjalan dan keluarg ruangan
Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
Ajarkan pad aklien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis :
Rujuk klien pada ahli gizi
Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium
Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
Ajarkan efek dari rokok terhadap pemulihan tulang
Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan
Menciptkan lingkungan yang aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
Penarikan yang terlaluk keras akanmenyebakan terjadinya fraktur.
Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan osteoporosis.
Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.
Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
1.Pengertian
Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang berkurang (Gallagher, 1999)
Pada osteoporosis , kecepatan resorpsi tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang, sebagai akibatnya tulang menjadi keropos secara progresif dan dapat mengalami fraktur karena faktor normal atau stres.
2.Patofisiologi
Pada osteoporosis mineralisasi tulang adalah normal, tetapi total bone massanya menurun. Osteopororsis yang terjadi secara alamiah karena berlanjutnya usia ini disebut osteoporosis primer. Osteoporosis primer dibagi menjadi 2 macam :
a.Osteoporosis primer Post menopause (tipe I) sebagai akibat menurunnya hormon estrogen yang lebih memperberat terjadinya proses resorpsi tulang.
b.Osteoporosis primer senelis (tipe II) yang disebabkan oleh penurunan bone mass saja akibat umurnya bertambah.
1.Pengkajian
1. Assesment
a.Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.
Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.
Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.
b.Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
3.Manifestasi radiologi
a.Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.
4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.
II. Asuhan Keperawatan
Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya
Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau tingkat nyeri pada punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau pinggang
Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri
Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi terlentang selam kurang lebih 15 menit
Tulang dalam peningkatan jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal.
Laternatif lain untuk mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
Keyakinan klien tidak dapat mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk mengatasi nyerinya.
Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
Klien mampu melakukan ADL secara independent
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
Rencanakan tentang pemberian program latihan :
bantu klien jika diperlukan latihan
ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan,
ajarkan pentingnya latihan
Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
Peningkatan latihan fisik secara adequat :
Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit
Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba danmengangkat beban berat
Dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
ADL secara independent
Dengan latihan fisik :
Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
Program latihan merangsang pembentukan tulang
Gerakan menibulkan kompresi vertikal dan risiko fraktur vertebrae
Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :
Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
INTERVENSI
RASIONAL
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya :
Tempatkan klien pada tetmpat tidur rendah
Amati lantai yang membahayakan klien
Berikanpenerangan yang cukup
Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan
Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
Kaji kebutuhan untuk berjalan
Konsultasi dengan ahli terapis
Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
Ajarkan klien waktu berjalan dan keluarg ruangan
Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
Ajarkan pad aklien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis :
Rujuk klien pada ahli gizi
Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium
Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
Ajarkan efek dari rokok terhadap pemulihan tulang
Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan
Menciptkan lingkungan yang aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
Penarikan yang terlaluk keras akanmenyebakan terjadinya fraktur.
Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan osteoporosis.
Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.
Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
Askep morbili
Definisi
Penyakit infeksi virus akut menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu :
a. Stadium Kataral
b. Stadium Erupsi, dan
c. Stadium Konvalesensi
Dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ). Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000 ).
Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yaitu Rubeola yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. virus ini memiliki RNA rantai tunggal, sampai saat ini hanya ada satu serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
Cara penularan dengan droplet infeksi.
Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun. Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara,antara lain :
1.percikan ludah yang mengandung virus
2.kontak langsung dengan penderita
3.penggunaan peralatan makan & minum bersama.
Penderita dapat menularkan infeksi dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:
1.bayi berumur lebih dari 1 tahun
2.bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
3.Daya tahan tubuh yang lemah
4.Belum pernah terkena campak
5.Belum pernah mendapat vaksinasi campak.
6.remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Patofisiologi
Droplet Infection (virus masuk)
Berkembang biak dalam RES
Keluar dari RES keluar sirkulasi
Pirogen :
pengaruhi termostat dalam hipotalamus
Titik setel termostat meningkat
Suhu tubuh meningkat
pengaruhi nervus vagus pusat
muntah di medula oblongata.
muntah
anorexia
malaise
Mengendap pada organ-organ yang
secara embriologis berasal dari ektoderm seperti pada :
Mukosa mulut
infiltrasi sel-sel radang mononuklear pada kelenjar sub mukosa mulut
Koplik`s spot
Kulit
Ploriferasi sel-sel endotel kalpiler di dalam korium
Terjadi eksudasi serum dan kadang-kadang eritrsit dalam epidermis
Rash/ ruam kulit
Konjunctiva
terjadi reaksi peradangan umum
Konjuctivitis
Fotofobia
mukosa nasofaring dan broncus
infiltrasi sel-sel sub epitel dan sel raksasa berinti banyak
Reaksi peradangan secara umum
Pembentukan eksudat serosa disertai proliferasi sel monokuler dan sejumlah kecil pori morfonuklear
Coriza/ pilek, cough/ batuk
Sal. Cerna
Hiperplasi jaringan limfoid terutama pada usus buntu mukosa usus teriritasi kecepatan sekresi bertambah pergerakan usus meningkat diare
Secara sederhana dan dengan pembuatan pohon masalah, patofisiologi morbili dapat dijelaskan sebagai berikut :
Patologi Anatomi
Pada organ limfoid dijumpai:
Hiperplasia folikuler yang nyata
Sentrum germinativum yang besar
Sel Warthin-Finkeldey
Sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak
Sel ini memiliki nukleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma
Sel ini merupakan tanda patognomonik campak
Pada bercak Koplik dijumpai:
Nekrosis
Neutrofil
Neovaskularisasi
Manifestasi klinis
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium
1.Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringa hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapandengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
2.Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
Pemeriksaan Diagnostik
Ruam kulit pada campak harus dibedakan dari :
Eksantema subitum - toxoplasmosis
Rubela - meningokoksemia
Infeksi virus ekho - demam skarlatina
Virus koksaki - penyakit riketsia
Virus adeno - penyakit serum
Mononukleosus infeksiosa - alergi obat
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Pada tahap awal, sulit untuk menegakkan diagnosa campak. Adanya konjungtivitis merupakan petunjuk berharga dalam upaya pengambilan diagnosa. Bila kita berhasil menemukan bercak Koplik, maka diagnosa dini dapat kita tegakkan.
Hal-hal yang membantu penegakan diagnosa:
1.Riwayat kontak dengan penderita campak
2.Gejala demam, batuk, pilek dan konjungtivitis
3.Bercak Koplik (patognomonik)
4.Erupsi makulopapula dengan tahap-tahap pemunculan yang khas
5.Bercak berwarna kehitaman pada kulit setelah sembuh
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan:
pemeriksaan darah
pembiakan virus
serologi campak.
Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Teknik pemeriksaan yang dapat digunakan adalah:
Fiksasi komplemen
Inhibisi hemaglutinasi
Metode antibodi fluoresensi tidak langsung
Komplikasi
Berbagai penyakit dapat terjadi pada penderita campak. Penyakit tersebut antara lain:
Konjungtivitis
Stomatitis
Bronkopnemonia
Diare
Otitis media akut
Laringitis
Malnutrisi
Purpura trombositopenia
Ensefalitis
Subakut sklerosing panensefalitis
Malnutrisi merupakan komplikasi yang tidak boleh dipandang enteng. Malnutrisi dan campak membentuk suatu lingkaran setan. Malnutrisi memudahkan terjadinya sekaligus memperberat campak, sedangkan campak akan menyebabkan penderita mengalami malnutrisi. Campak dapat menyebabkan hal tersebut karena:
Penderita (terutama anak) malas makan akibat mulut sakit (akibat stomatitis)
Diare menyebabkan turunnya kemampuan penyerapan makanan
Demam meningkatkan metabolisme tubuh sehingga energi yang didapat dari makanan akan terbuang
Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1000 sampai 2000 kasus, ditandai dengan demam tinggi, kejang dan koma. Hal ini biasanya terjadi antara 2 hari sampai 3 minggu setelah ruam muncul. Ensefalitis biasanya berlangsung singkat dan sembuh dalam waktu satu minggu, tapi kadang-kadang bisa berkepanjangan dan mengakibatkan terjadinya kerusakan otak yang serius bahkan kematian.
Subakut sklerosing panensefalitis merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini disebabkan oleh virus "detektif" yang mengalami hipermutasi. Keadaan ini dapat berkembang bertahun-tahun kemudian, khususnya bila campak terjadi pada usia muda.
Pencegahan
1.Imunisasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2.Imunusasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
Penatalaksanaan Medis
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Bila ringan, penderita campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila penyakit bertambah berat.
Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
Isolasi untuk mencegah penularan
Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent)
Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
Kompres hangat bila panas badan tinggi
Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
Pengurang batuk (antitusif)
Vitamin A dosis tunggal
Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
Di atas 1 tahun: 200.000 unit
Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)
Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Penderita Morbili
I.Pengkajian
A.Identitas diri :
B.Pemeriksaan Fisik :
1.Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2.Kepala : sakit kepala
3.Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza,
perdarahan hidung (pada stad eripsi).
4.Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa
pahit.
5.Kulit : Permukaan kulit (kering ), turgor kulit, rasa gatal,
ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam).
6.Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi,
sputum
7.Tumbang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8.Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9.Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
C.Keadaan Umum : Kesadaran, TTV
II.Nursing Care Plan
A.Dx. Kep yang mungkin muncul
1.Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh b.d proses inflamasi
2.Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam
3.Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : asupan makanan yang kurang b.d. anorexia
4.Gangguan pola nafas b.d inflamasi saluran nafas
5.Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan umum
6.Gangguan persepsi sensori b.d radang konjungtiva
7.Gangguan integritas kulit b.d rash pada seluruh tubuh
8.Gangguan istirahat tidur b.d. rash pada seluruh tubuh, deskuamasi rasa gatal
B.Perencanaan Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi
Data Subjektif : -Pasien mengeluh pusing
-Pasien mengeluh panas
Data Objektif : · Suhu tubuh
· Pasien tampak gelisah
· Mukosa mulut kering
· Keringat berlebihan
· Frekuensi pernafasan meningkat
· Kejang
· Takikardi
· Kulit terasa panas
Tujuan
Suhu tubuh normal dalam jangka waktu….
Kriteria Hasil
Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0C
Bibir lembab
Nadi normal
Kulit tidak terasa panas
Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
Aktivitas sisi kemampuan
Intervensi Keperawatan
Identifikasi penyebab atau factor yang dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh: dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid.
Observasi TNSR per …..
Observasi fungsi neurologis : status mental, reaksi terhadap stimulasi dan reaksi pupil.
Observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan
Observasi tanda kejang mendadak
Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak kontraindikasi
Berikan kompres air hangat
Berikan cairan dan karbohidrat yang cukup untuk meningkatkan hipermetabolisme akibat peningkatan suhu.
Anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan bila suhu naik / bedrest total.
Anjurkan dan bantu pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
Kolaborasi :
Pemberian anti piretik
Pemberian anti biotic
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan volume cairan tubuh B. D kehilangan sekunder terhadap demam.
Data Subjektif : · Pasien mengeluh haus
· Pasien mengeluh lemas
· Pasien mengeluh mencret ….x/hr
· Pasien mengeluh muntah …x/hr
Data Objektif : · TD…mmttg, N..x/mnt, 0S.. C, RR…x/mnt
· Turgor kulit jelek
· Perubahan produksi urine…cc/ 24 jam
· Penurunan pengisian vena ( capillary refill )
· Volume dan tekanan nadi menurun
· Denyut nadi meningkat
· Demam
· Kulit kering
· Bibir kering
· Mata cekung
· Akral dingin
Tujuan
Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh dalam jangka waktu ….
Kriteria Hasil
Turgor baik
Produksi urine …cc/jam <0,5 – 1 cc/kg BB/jam
Kulit lembab
TTV dalam batas normal
Mukosa mulut lembab
Cairan masuk dan keluar seimbang
Tidak pusing pada perubahan posisi
Tidak haus
Hb, Ht, dbn
Intervensi Keperawatan
Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan
Observasi TNSR…
Observasi tanda – tanda dehidrasi
Observasi keadaan turgon kulit, kelembaban, membran mukosa
Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi secara mendadak, ukur produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine. Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar per….
Perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infus
Timbang BB setiap hari
Pertahankan bedrest selama fase akut
Ajarkan tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang cairan
Kolaborasi :
Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
Pemberian obat sesuai indikasi
Observasi kadar elektronik, Hb,Ht
Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : Asupan makanan yang kurang b.d anorexia
Data Subjektif : · Pasien mengatakan mual
· Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Data Objektif : · Bising usus….x/mnt
· Mukosa mulut kering
· Vomitus ….cc
· Porsi makan : …..porsi
· Hb …., Albumin…..
· Konjungtiva dan selaput lendir pucat
· Terdapat bercak – bercak merah pada mukosa mulut
Tujuan
Pasien dapat memperbaiki status gizi (nutrisi ) dalam jangka waktu
Kriteria Hasil
BB meningkat
Mual berkurang / hilang
Tidak ada muntah
Pasien menghabiskan makan 1 porsi
Nafsu makan meningkat
Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
Pasien mengungkapkan kesediaan mematuhi diit
Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
Nilai Hb, Protein dalam batas normal
Intervensi Keperawatan
Kaji pola makan pasien
Observasi mual dan muntah
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk kesembuhan
Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan
Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan atau hilangnya bising usus.
Beri posisi semi fowler / fowler saat makan
Identifikasi factor pencetus mual , muntah , diare, nyeri abdomen
Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai sesuai diit
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik
Bantu pasien untuk makan , catat jumlah makanan yang masuk
Hindari makanan dan minuman yang merangsang
Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
Kolaborasi :
Penatalaksanaan diit yang sesuai (dengan ahli gizi)
Pemberian nutrisi parenteral
Pemberian anti emetik
Pemberian multivitamin, cara pemberian makanan / tambahan.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola nafas b.d inflamasi saluran nafas
Subjektif : -Dispnea
-Napas pendek
Objektif -Perubahan gerakan dada
-Mengambil posisi tiga titik
-Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
-Penurunan ventilasi semenit
-Penurunan kapasitas vital
-Napas dalam (dewasa VT 500 mL pada saat istirahat, bayi 6-8
mL/k)
-Peningkatan diameter anterior-posterior.
-Napas cuping hidung
-Kecepatan respirasi (usia dewasa 14 tahun atau lebih <11-24
[kali per menit], bayi 25-60, usia 1-4 <20-30, usia 5-14 <15
25).
-Rasio waktu
-Penggunaan otot-otot bantu untuk bernapas
Tujuan
Pasien menunjukkan Status Respirasi: Ventilasi: Pergerakan udara ke dalam dan ke luar dari paru-paru yang normal.
Kriteria hasil
Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan indikator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
Ekspansi dada simetris.
Tidak ada penggunaan itot bantu.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
Napas pendek tidak ada.
Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasnag ventilator mekanis;
Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal;
Mempunyai fungsi paru vatas normal untuk pasien;
Membutuhkan bantuan pernapasan sata dibutukan;
Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan di rumah.
Intervensi Keperawatan
Pantau adanya pucat dan sianosis
Pantau efek obat pada status respirasi.
Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada.
Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator.
Pemantauan Pernapasan :
Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan suaha respirasi; perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot suprakla vikular dan interkostal; pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengar;
Pantau pola pernapasa: bradip nea; takipnea; hiperventilasi; pernapasan Kussmaul; pernapasan Cheyne-Stokes; dan apneastik. Biot dan pola ataksik;
Perhatikan lokasi trakea;
Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan /tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan ;
Pantau peningkatan kegelisahan, ansietasm dan tersengal-sengal; catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidak, dan nilai gas darah arteri (GDA), dengan tepat.
Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola pernapasan. Spesifikasikan teknik.
Ajarkan cara batuk secara efektif.
Informasikan kepada pasien/ keluarga bahwa tidak boleh merokok di ruangan
Instruksikan kepada pasien/keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan.
Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadaan fungsi ventilator mekanis.
Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, dan pernapasan, nilai GDA, sputum, dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhan atau protokol.
Berikan tindakan (misalnya, bronkodilator) sesuai dengan priogram atau protokol.
Berikan tindakan nebulizer ultrasonik dan udara pelembap atau oksigen sesuai dengan program protokol institusi.
Berikan obat nyeri untuk pengoptimalkan pola pernapasan. Spesifikkan jadwal.
Hubungkan dan dokumentasikan semua data pengkajian (misalnya, sensori, bunyi naoas, pola pernapasan, nilai Gda, sputum, dan efek obat pada pasien).
Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, sesuai dengan kebutuhan.
Yakinkan kembali pasien selama periode distres pernapasan.
Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distres pernapasan.
Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan sekresi.
Minta pasien untuk berpindah, batuk dan napas dalam setiap
Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur yang dimaksudkan, untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan kontrol.
Pertahankan oksigen aliran rendah kanula nasal, masker, sungkup, atau tenda. Spesifikkan kecepatan aliran.
Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Spefikkan posisi.
Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi.
Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan umum
Subjektif : tdaknyamanan atau dispnea yang membutuhkan pengeragan tenaga.
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif
Denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respons terhadap aktivitas.
Perubahan EKG selama aktivitas yang menunjukkan aritmia atau iskemia.
Faktor yang Berhubungan
Tirah baring/imobilitas
Nyeri kronis
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gaya hidup menoton
Tujuan/ Kriteria Evaluasi
Contoh Penggunaan Bahasa NOC
Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan Daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI).
Menunjukkan Penghematan energi, ditandai dengan indikator sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5: tidak sama sekali, ringan, sedang, berat , atau sangat berat ).
Menyadari keterbatasan energi
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Contoh lain
Pasien akan :
Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkonsetribusi oada intoleransi aktivitas;
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibuthhkan dengan peningkatan yang memadai pada denwyut jantung, frekuensi respirasi, dan tekanan darah dan pola yang dipantu dalam b atas normal;
Mengungkapkan secara verbal pema haman tentang kebiutuhan oksigen, pengobatan, dan / atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas;
Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (aks0 dengan beberapa bantuan (mislanya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi);
Menanmpilakn pengelolaan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan stiap minggu).
Intervensi Prioritas NIC
Terapi Aktivitas: saran tentang dan bantuan dalama aktivitas fisik, kognitif, sosial dan spritual yang spesifiik untuk meningkatkan rentang, frekuensiu atau durasi aktivitas individu (atau kelompok). Pengelolaan Energi: Pengurangan penggunmaan energi untuk merawat atau mencegah kelelahan dan mengoptiomalkan fungsi.
Aktivitas Keperawatan
Pengakajian
Kaji respons emosi, sosial, dan spritual terhadap aktivitas.
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
Pengelolaan Energi (NIC):
Tentukan penyebab keletihan (misalnya, karena perawatan, nyeri, dan pengobatan);
Pantau respons kardiorespi ratori terhadap aktivitas (mislanya, takikardia, distrimia lain, diaforesis , pucat, tekanan hemadinamik, dan frekuensi respirasi);
Pantau respons oksigen (misalnya, nadi, irama, jantung, dan frekuensji respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri; pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energi;
Pantau / dokumentasikan pola istirajat pasien dan lamanya waktu tidur.
Pendidikan untuk Pasien / keluarga
Instruksikan kepada pasien/keluarga dalam:
Penggunaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas;
Penggunaan teknik relaksasi (misalnya, distraksi, visualisasi) selama aktivitas.
Pengelolaan Energi (NIC):
Ajarkan kepada pasien dan orang yang penting bagi pasien tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk melakukan AKS);
Aktivitas Kolaboratif
Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivita s.
Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan/atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, sesuai dengan kebutuhan.
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan rumah, sesuai dengan kebutuhan.
Rujuk pada ahli gizi unmtuk merencanakan makanan untuk meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi.
Aktivitas lain
Hindari menjadwalkan aktivitas perawatyan selama periode istirahat.
Bantu pasien untuk mengibah posisi secara berkala, bersandar, dudul, berdiri, dan ambulasi yang dapat ditoleransi.
Rencanakan aktivitas dengan pasien/keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan. Misalnya :
Anjurkan periode alternatif untuk istirahat dan aktivitas;
Simpan objek yang sering digunakan pada tempat yang mudah dijangkau;
Buat tujuan yang sederhana, realistis, dan dapat dicapai oleh pasien yang meningkatkan kemandirian dan harga diri.
Rencana keperawatan untuk bayi/anak untuk meminimalkan kebutuhan oksigen bagi tubuh:
Antisipasi kenbutuhan makanan, cairan, kenyamanan, digendong, dan stimulasi untuk mencegah tangisan yang tidak perlu:
Hindari lingkungan yang mempunyai konsentrasi oksigen rendah (mislanya, pada daerah dataran tinggi, pesawat terbang yang bertekanan tidak normal);
Minimalkan ansietas dan stres;
Cegah hipertemia dan hipotermia;
Cegah infeksi;
Berikan instirahat yang adekuat.
Pengelolaan Energi (NIC):
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas; rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak;
Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misalnya, ambulasi, transfer, posisi, dan perawatan personal) sesuai kebutuhan;
Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi;
Bantu pasien untuk memantau diri dengan membuat dan menggunakan dokumentasi tentang CATATAN asupan kalori dan energi, sesuai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Hartanto, Huriawati, dr., dkk., Kamus Kedokteran Dorland, Edisi Dua Sembilan, EGC, Jakarta, 2006.
Rudolph, Abraham M. , Julien I. E. Hoffman, Colin D. Rudolph.Buku Ajar PediatrikRudolph. Edisi Dua Puluh, Volume 1, EGC, Jakarta, 2006.
Betz, Cecity L., Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawan Pediatri, EGC, Jakarta, 2002.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ilmu Kesehatan Anak 2, Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985.
H. John, Kamus Ringkas Kedokteran Stedman untuk Profesi Kesehatan, Edisi Empat, EGC, Jakarta, 2005.
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/ginjal250406.htm, di download tanggal 8 Januari 2007, pukul 11.00 am.
Penyakit infeksi virus akut menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu :
a. Stadium Kataral
b. Stadium Erupsi, dan
c. Stadium Konvalesensi
Dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ). Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000 ).
Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yaitu Rubeola yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. virus ini memiliki RNA rantai tunggal, sampai saat ini hanya ada satu serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
Cara penularan dengan droplet infeksi.
Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun. Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara,antara lain :
1.percikan ludah yang mengandung virus
2.kontak langsung dengan penderita
3.penggunaan peralatan makan & minum bersama.
Penderita dapat menularkan infeksi dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:
1.bayi berumur lebih dari 1 tahun
2.bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
3.Daya tahan tubuh yang lemah
4.Belum pernah terkena campak
5.Belum pernah mendapat vaksinasi campak.
6.remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Patofisiologi
Droplet Infection (virus masuk)
Berkembang biak dalam RES
Keluar dari RES keluar sirkulasi
Pirogen :
pengaruhi termostat dalam hipotalamus
Titik setel termostat meningkat
Suhu tubuh meningkat
pengaruhi nervus vagus pusat
muntah di medula oblongata.
muntah
anorexia
malaise
Mengendap pada organ-organ yang
secara embriologis berasal dari ektoderm seperti pada :
Mukosa mulut
infiltrasi sel-sel radang mononuklear pada kelenjar sub mukosa mulut
Koplik`s spot
Kulit
Ploriferasi sel-sel endotel kalpiler di dalam korium
Terjadi eksudasi serum dan kadang-kadang eritrsit dalam epidermis
Rash/ ruam kulit
Konjunctiva
terjadi reaksi peradangan umum
Konjuctivitis
Fotofobia
mukosa nasofaring dan broncus
infiltrasi sel-sel sub epitel dan sel raksasa berinti banyak
Reaksi peradangan secara umum
Pembentukan eksudat serosa disertai proliferasi sel monokuler dan sejumlah kecil pori morfonuklear
Coriza/ pilek, cough/ batuk
Sal. Cerna
Hiperplasi jaringan limfoid terutama pada usus buntu mukosa usus teriritasi kecepatan sekresi bertambah pergerakan usus meningkat diare
Secara sederhana dan dengan pembuatan pohon masalah, patofisiologi morbili dapat dijelaskan sebagai berikut :
Patologi Anatomi
Pada organ limfoid dijumpai:
Hiperplasia folikuler yang nyata
Sentrum germinativum yang besar
Sel Warthin-Finkeldey
Sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak
Sel ini memiliki nukleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma
Sel ini merupakan tanda patognomonik campak
Pada bercak Koplik dijumpai:
Nekrosis
Neutrofil
Neovaskularisasi
Manifestasi klinis
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium
1.Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringa hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapandengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
2.Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
Pemeriksaan Diagnostik
Ruam kulit pada campak harus dibedakan dari :
Eksantema subitum - toxoplasmosis
Rubela - meningokoksemia
Infeksi virus ekho - demam skarlatina
Virus koksaki - penyakit riketsia
Virus adeno - penyakit serum
Mononukleosus infeksiosa - alergi obat
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Pada tahap awal, sulit untuk menegakkan diagnosa campak. Adanya konjungtivitis merupakan petunjuk berharga dalam upaya pengambilan diagnosa. Bila kita berhasil menemukan bercak Koplik, maka diagnosa dini dapat kita tegakkan.
Hal-hal yang membantu penegakan diagnosa:
1.Riwayat kontak dengan penderita campak
2.Gejala demam, batuk, pilek dan konjungtivitis
3.Bercak Koplik (patognomonik)
4.Erupsi makulopapula dengan tahap-tahap pemunculan yang khas
5.Bercak berwarna kehitaman pada kulit setelah sembuh
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan:
pemeriksaan darah
pembiakan virus
serologi campak.
Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Teknik pemeriksaan yang dapat digunakan adalah:
Fiksasi komplemen
Inhibisi hemaglutinasi
Metode antibodi fluoresensi tidak langsung
Komplikasi
Berbagai penyakit dapat terjadi pada penderita campak. Penyakit tersebut antara lain:
Konjungtivitis
Stomatitis
Bronkopnemonia
Diare
Otitis media akut
Laringitis
Malnutrisi
Purpura trombositopenia
Ensefalitis
Subakut sklerosing panensefalitis
Malnutrisi merupakan komplikasi yang tidak boleh dipandang enteng. Malnutrisi dan campak membentuk suatu lingkaran setan. Malnutrisi memudahkan terjadinya sekaligus memperberat campak, sedangkan campak akan menyebabkan penderita mengalami malnutrisi. Campak dapat menyebabkan hal tersebut karena:
Penderita (terutama anak) malas makan akibat mulut sakit (akibat stomatitis)
Diare menyebabkan turunnya kemampuan penyerapan makanan
Demam meningkatkan metabolisme tubuh sehingga energi yang didapat dari makanan akan terbuang
Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1000 sampai 2000 kasus, ditandai dengan demam tinggi, kejang dan koma. Hal ini biasanya terjadi antara 2 hari sampai 3 minggu setelah ruam muncul. Ensefalitis biasanya berlangsung singkat dan sembuh dalam waktu satu minggu, tapi kadang-kadang bisa berkepanjangan dan mengakibatkan terjadinya kerusakan otak yang serius bahkan kematian.
Subakut sklerosing panensefalitis merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini disebabkan oleh virus "detektif" yang mengalami hipermutasi. Keadaan ini dapat berkembang bertahun-tahun kemudian, khususnya bila campak terjadi pada usia muda.
Pencegahan
1.Imunisasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2.Imunusasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
Penatalaksanaan Medis
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Bila ringan, penderita campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila penyakit bertambah berat.
Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
Isolasi untuk mencegah penularan
Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent)
Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
Kompres hangat bila panas badan tinggi
Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
Pengurang batuk (antitusif)
Vitamin A dosis tunggal
Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
Di atas 1 tahun: 200.000 unit
Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)
Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Penderita Morbili
I.Pengkajian
A.Identitas diri :
B.Pemeriksaan Fisik :
1.Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2.Kepala : sakit kepala
3.Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza,
perdarahan hidung (pada stad eripsi).
4.Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa
pahit.
5.Kulit : Permukaan kulit (kering ), turgor kulit, rasa gatal,
ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam).
6.Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi,
sputum
7.Tumbang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8.Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9.Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
C.Keadaan Umum : Kesadaran, TTV
II.Nursing Care Plan
A.Dx. Kep yang mungkin muncul
1.Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh b.d proses inflamasi
2.Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam
3.Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : asupan makanan yang kurang b.d. anorexia
4.Gangguan pola nafas b.d inflamasi saluran nafas
5.Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan umum
6.Gangguan persepsi sensori b.d radang konjungtiva
7.Gangguan integritas kulit b.d rash pada seluruh tubuh
8.Gangguan istirahat tidur b.d. rash pada seluruh tubuh, deskuamasi rasa gatal
B.Perencanaan Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi
Data Subjektif : -Pasien mengeluh pusing
-Pasien mengeluh panas
Data Objektif : · Suhu tubuh
· Pasien tampak gelisah
· Mukosa mulut kering
· Keringat berlebihan
· Frekuensi pernafasan meningkat
· Kejang
· Takikardi
· Kulit terasa panas
Tujuan
Suhu tubuh normal dalam jangka waktu….
Kriteria Hasil
Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0C
Bibir lembab
Nadi normal
Kulit tidak terasa panas
Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
Aktivitas sisi kemampuan
Intervensi Keperawatan
Identifikasi penyebab atau factor yang dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh: dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid.
Observasi TNSR per …..
Observasi fungsi neurologis : status mental, reaksi terhadap stimulasi dan reaksi pupil.
Observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan
Observasi tanda kejang mendadak
Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak kontraindikasi
Berikan kompres air hangat
Berikan cairan dan karbohidrat yang cukup untuk meningkatkan hipermetabolisme akibat peningkatan suhu.
Anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan bila suhu naik / bedrest total.
Anjurkan dan bantu pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
Kolaborasi :
Pemberian anti piretik
Pemberian anti biotic
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan volume cairan tubuh B. D kehilangan sekunder terhadap demam.
Data Subjektif : · Pasien mengeluh haus
· Pasien mengeluh lemas
· Pasien mengeluh mencret ….x/hr
· Pasien mengeluh muntah …x/hr
Data Objektif : · TD…mmttg, N..x/mnt, 0S.. C, RR…x/mnt
· Turgor kulit jelek
· Perubahan produksi urine…cc/ 24 jam
· Penurunan pengisian vena ( capillary refill )
· Volume dan tekanan nadi menurun
· Denyut nadi meningkat
· Demam
· Kulit kering
· Bibir kering
· Mata cekung
· Akral dingin
Tujuan
Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh dalam jangka waktu ….
Kriteria Hasil
Turgor baik
Produksi urine …cc/jam <0,5 – 1 cc/kg BB/jam
Kulit lembab
TTV dalam batas normal
Mukosa mulut lembab
Cairan masuk dan keluar seimbang
Tidak pusing pada perubahan posisi
Tidak haus
Hb, Ht, dbn
Intervensi Keperawatan
Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan
Observasi TNSR…
Observasi tanda – tanda dehidrasi
Observasi keadaan turgon kulit, kelembaban, membran mukosa
Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi secara mendadak, ukur produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine. Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar per….
Perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infus
Timbang BB setiap hari
Pertahankan bedrest selama fase akut
Ajarkan tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang cairan
Kolaborasi :
Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
Pemberian obat sesuai indikasi
Observasi kadar elektronik, Hb,Ht
Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : Asupan makanan yang kurang b.d anorexia
Data Subjektif : · Pasien mengatakan mual
· Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Data Objektif : · Bising usus….x/mnt
· Mukosa mulut kering
· Vomitus ….cc
· Porsi makan : …..porsi
· Hb …., Albumin…..
· Konjungtiva dan selaput lendir pucat
· Terdapat bercak – bercak merah pada mukosa mulut
Tujuan
Pasien dapat memperbaiki status gizi (nutrisi ) dalam jangka waktu
Kriteria Hasil
BB meningkat
Mual berkurang / hilang
Tidak ada muntah
Pasien menghabiskan makan 1 porsi
Nafsu makan meningkat
Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
Pasien mengungkapkan kesediaan mematuhi diit
Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
Nilai Hb, Protein dalam batas normal
Intervensi Keperawatan
Kaji pola makan pasien
Observasi mual dan muntah
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk kesembuhan
Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan
Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan atau hilangnya bising usus.
Beri posisi semi fowler / fowler saat makan
Identifikasi factor pencetus mual , muntah , diare, nyeri abdomen
Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai sesuai diit
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik
Bantu pasien untuk makan , catat jumlah makanan yang masuk
Hindari makanan dan minuman yang merangsang
Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
Kolaborasi :
Penatalaksanaan diit yang sesuai (dengan ahli gizi)
Pemberian nutrisi parenteral
Pemberian anti emetik
Pemberian multivitamin, cara pemberian makanan / tambahan.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola nafas b.d inflamasi saluran nafas
Subjektif : -Dispnea
-Napas pendek
Objektif -Perubahan gerakan dada
-Mengambil posisi tiga titik
-Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
-Penurunan ventilasi semenit
-Penurunan kapasitas vital
-Napas dalam (dewasa VT 500 mL pada saat istirahat, bayi 6-8
mL/k)
-Peningkatan diameter anterior-posterior.
-Napas cuping hidung
-Kecepatan respirasi (usia dewasa 14 tahun atau lebih <11-24
[kali per menit], bayi 25-60, usia 1-4 <20-30, usia 5-14 <15
25).
-Rasio waktu
-Penggunaan otot-otot bantu untuk bernapas
Tujuan
Pasien menunjukkan Status Respirasi: Ventilasi: Pergerakan udara ke dalam dan ke luar dari paru-paru yang normal.
Kriteria hasil
Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan indikator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
Ekspansi dada simetris.
Tidak ada penggunaan itot bantu.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
Napas pendek tidak ada.
Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasnag ventilator mekanis;
Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal;
Mempunyai fungsi paru vatas normal untuk pasien;
Membutuhkan bantuan pernapasan sata dibutukan;
Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan di rumah.
Intervensi Keperawatan
Pantau adanya pucat dan sianosis
Pantau efek obat pada status respirasi.
Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada.
Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator.
Pemantauan Pernapasan :
Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan suaha respirasi; perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot suprakla vikular dan interkostal; pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengar;
Pantau pola pernapasa: bradip nea; takipnea; hiperventilasi; pernapasan Kussmaul; pernapasan Cheyne-Stokes; dan apneastik. Biot dan pola ataksik;
Perhatikan lokasi trakea;
Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan /tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan ;
Pantau peningkatan kegelisahan, ansietasm dan tersengal-sengal; catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidak, dan nilai gas darah arteri (GDA), dengan tepat.
Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola pernapasan. Spesifikasikan teknik.
Ajarkan cara batuk secara efektif.
Informasikan kepada pasien/ keluarga bahwa tidak boleh merokok di ruangan
Instruksikan kepada pasien/keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan.
Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadaan fungsi ventilator mekanis.
Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, dan pernapasan, nilai GDA, sputum, dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhan atau protokol.
Berikan tindakan (misalnya, bronkodilator) sesuai dengan priogram atau protokol.
Berikan tindakan nebulizer ultrasonik dan udara pelembap atau oksigen sesuai dengan program protokol institusi.
Berikan obat nyeri untuk pengoptimalkan pola pernapasan. Spesifikkan jadwal.
Hubungkan dan dokumentasikan semua data pengkajian (misalnya, sensori, bunyi naoas, pola pernapasan, nilai Gda, sputum, dan efek obat pada pasien).
Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, sesuai dengan kebutuhan.
Yakinkan kembali pasien selama periode distres pernapasan.
Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distres pernapasan.
Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan sekresi.
Minta pasien untuk berpindah, batuk dan napas dalam setiap
Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur yang dimaksudkan, untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan kontrol.
Pertahankan oksigen aliran rendah kanula nasal, masker, sungkup, atau tenda. Spesifikkan kecepatan aliran.
Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Spefikkan posisi.
Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi.
Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan umum
Subjektif : tdaknyamanan atau dispnea yang membutuhkan pengeragan tenaga.
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif
Denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respons terhadap aktivitas.
Perubahan EKG selama aktivitas yang menunjukkan aritmia atau iskemia.
Faktor yang Berhubungan
Tirah baring/imobilitas
Nyeri kronis
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gaya hidup menoton
Tujuan/ Kriteria Evaluasi
Contoh Penggunaan Bahasa NOC
Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan Daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI).
Menunjukkan Penghematan energi, ditandai dengan indikator sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5: tidak sama sekali, ringan, sedang, berat , atau sangat berat ).
Menyadari keterbatasan energi
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Contoh lain
Pasien akan :
Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkonsetribusi oada intoleransi aktivitas;
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibuthhkan dengan peningkatan yang memadai pada denwyut jantung, frekuensi respirasi, dan tekanan darah dan pola yang dipantu dalam b atas normal;
Mengungkapkan secara verbal pema haman tentang kebiutuhan oksigen, pengobatan, dan / atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas;
Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (aks0 dengan beberapa bantuan (mislanya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi);
Menanmpilakn pengelolaan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan stiap minggu).
Intervensi Prioritas NIC
Terapi Aktivitas: saran tentang dan bantuan dalama aktivitas fisik, kognitif, sosial dan spritual yang spesifiik untuk meningkatkan rentang, frekuensiu atau durasi aktivitas individu (atau kelompok). Pengelolaan Energi: Pengurangan penggunmaan energi untuk merawat atau mencegah kelelahan dan mengoptiomalkan fungsi.
Aktivitas Keperawatan
Pengakajian
Kaji respons emosi, sosial, dan spritual terhadap aktivitas.
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
Pengelolaan Energi (NIC):
Tentukan penyebab keletihan (misalnya, karena perawatan, nyeri, dan pengobatan);
Pantau respons kardiorespi ratori terhadap aktivitas (mislanya, takikardia, distrimia lain, diaforesis , pucat, tekanan hemadinamik, dan frekuensi respirasi);
Pantau respons oksigen (misalnya, nadi, irama, jantung, dan frekuensji respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri; pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energi;
Pantau / dokumentasikan pola istirajat pasien dan lamanya waktu tidur.
Pendidikan untuk Pasien / keluarga
Instruksikan kepada pasien/keluarga dalam:
Penggunaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas;
Penggunaan teknik relaksasi (misalnya, distraksi, visualisasi) selama aktivitas.
Pengelolaan Energi (NIC):
Ajarkan kepada pasien dan orang yang penting bagi pasien tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk melakukan AKS);
Aktivitas Kolaboratif
Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivita s.
Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan/atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, sesuai dengan kebutuhan.
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan rumah, sesuai dengan kebutuhan.
Rujuk pada ahli gizi unmtuk merencanakan makanan untuk meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi.
Aktivitas lain
Hindari menjadwalkan aktivitas perawatyan selama periode istirahat.
Bantu pasien untuk mengibah posisi secara berkala, bersandar, dudul, berdiri, dan ambulasi yang dapat ditoleransi.
Rencanakan aktivitas dengan pasien/keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan. Misalnya :
Anjurkan periode alternatif untuk istirahat dan aktivitas;
Simpan objek yang sering digunakan pada tempat yang mudah dijangkau;
Buat tujuan yang sederhana, realistis, dan dapat dicapai oleh pasien yang meningkatkan kemandirian dan harga diri.
Rencana keperawatan untuk bayi/anak untuk meminimalkan kebutuhan oksigen bagi tubuh:
Antisipasi kenbutuhan makanan, cairan, kenyamanan, digendong, dan stimulasi untuk mencegah tangisan yang tidak perlu:
Hindari lingkungan yang mempunyai konsentrasi oksigen rendah (mislanya, pada daerah dataran tinggi, pesawat terbang yang bertekanan tidak normal);
Minimalkan ansietas dan stres;
Cegah hipertemia dan hipotermia;
Cegah infeksi;
Berikan instirahat yang adekuat.
Pengelolaan Energi (NIC):
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas; rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak;
Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misalnya, ambulasi, transfer, posisi, dan perawatan personal) sesuai kebutuhan;
Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi;
Bantu pasien untuk memantau diri dengan membuat dan menggunakan dokumentasi tentang CATATAN asupan kalori dan energi, sesuai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Hartanto, Huriawati, dr., dkk., Kamus Kedokteran Dorland, Edisi Dua Sembilan, EGC, Jakarta, 2006.
Rudolph, Abraham M. , Julien I. E. Hoffman, Colin D. Rudolph.Buku Ajar PediatrikRudolph. Edisi Dua Puluh, Volume 1, EGC, Jakarta, 2006.
Betz, Cecity L., Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawan Pediatri, EGC, Jakarta, 2002.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ilmu Kesehatan Anak 2, Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985.
H. John, Kamus Ringkas Kedokteran Stedman untuk Profesi Kesehatan, Edisi Empat, EGC, Jakarta, 2005.
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/ginjal250406.htm, di download tanggal 8 Januari 2007, pukul 11.00 am.
Langganan:
Postingan (Atom)